Akan tetapi, merekonstruksi sejarah Kesultanan
Banten bukanlah hal mudah. Catatan monumental mengenai kesultanan yang terputus
beratus tahun telah membuat para duriat bersikap skeptis. Catatan sejarah itu
sendiri oleh beberapa duriat dianggap telah hilang dimusnahkan Belanda.
Pernik-pernik kesultanan hampir tidak ada yang tersisa kecuali Watu Gilang,
yang berbentuk segiempat terbuat dari andesit, yang menjadi tempat
penyumpahan/pelantikan para Sultan Banten.
Keraguan lainnya ditandai dengan perubahan pola
pikir masyarakat Banten yang secara sadar tidak mau terkungkung dengan budaya
feodalisme kesultanan. "Masa lalu biarlah berlalu, kita hanya bisa
mengenangnya," kata Iwong, warga Serang.
ISMETULLAH (45), salah seorang duriat dari Sultan
Maulana Ke-16, menguraikan, upaya membangkitkan Kesultanan Banten beberapa kali
kandas. Pada dekade tahun 1950-an, kesultanan pernah digagas oleh tokoh-tokoh
Banten asal Serang, namun karena kondisi negara kurang kondusif, yang ditandai
gejolak di pemerintahan pusat, membuat wacana kesultanan tidak terwujud.
Selanjutnya, pada masa Orde Baru (Orba), Banten
nyaris tidak diberi kesempatan untuk menonjol, terutama oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Barat.
Wacana kesultanan itu kemudian hidup pada era
reformasi, seiring dengan diresmikannya Banten menjadi provinsi baru tahun
2000. Alasan kebangkitan Kesultanan Banten, kata Ismetullah, semata
melanggengkan budaya Banten yang sampai sekarang tanpa identitas. Ia mengakui,
semangat membangkitkan kesultanan telah mendapat respons positif dari
masyarakat.
"Awalnya hanya beberapa orang saja, kemudian
berkembang menjadi 50 tokoh. Mereka bergabung dalam tim rekonstruksi sejarah.
Masyarakat bahkan mendesak perlu segera dikeluarkan maklumat sekaligus
pengukuhan sultan," katanya.
Dalam perjalanannya, tim rekonstruksi
"dicurigai" sebagai pihak yang akan menjadikan Kesultanan Banten
sebagai making power baru di Provinsi Banten. Paham making power itu membuat
kebangkitan Kesultanan Banten tersendat-sendat. Tokoh Banten yang masih
berkuasa menganggap kehadiran kesultanan akan menjadikan Banten terpecah.
Ismetullah mengakui hal itu dan memahami sebagai
konsekuensi dari keberadaan Provinsi Banten yang baru berusia tiga tahun. Siapa
yang mau kekuasaannya dibagi?
"Masalahnya jauh dari making power.
Kebangkitan Kesultanan Banten bersifat fisik budaya, menyambung kembali yang
telah hilang," katanya lagi. "Kami dari para duriat tidak ada ambisi
merebut kekuasaan. Kesultanan ini budaya sejarah, pernah menjadi kebanggaan
Nusantara," katanya.
Pada masa jayanya, Kesultanan Banten telah go
international dengan memiliki kedutaan besar di Inggris dan Spanyol. Namun,
sekuat apa pun pembelaan Ismetullah mengenai pem- bangunan kesultanan, isu
making power cukup santer dan "meracuni" masyarakat. Entah siapa yang
meniupkannya lebih dulu.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar sobat