Kamis, 12 Mei 2016

sejarah kesultanan Banten sisi kedua

Filled under:



Akan tetapi, merekonstruksi sejarah Kesultanan Banten bukanlah hal mudah. Catatan monumental mengenai kesultanan yang terputus beratus tahun telah membuat para duriat bersikap skeptis. Catatan sejarah itu sendiri oleh beberapa duriat dianggap telah hilang dimusnahkan Belanda. Pernik-pernik kesultanan hampir tidak ada yang tersisa kecuali Watu Gilang, yang berbentuk segiempat terbuat dari andesit, yang menjadi tempat penyumpahan/pelantikan para Sultan Banten.
Keraguan lainnya ditandai dengan perubahan pola pikir masyarakat Banten yang secara sadar tidak mau terkungkung dengan budaya feodalisme kesultanan. "Masa lalu biarlah berlalu, kita hanya bisa mengenangnya," kata Iwong, warga Serang.
ISMETULLAH (45), salah seorang duriat dari Sultan Maulana Ke-16, menguraikan, upaya membangkitkan Kesultanan Banten beberapa kali kandas. Pada dekade tahun 1950-an, kesultanan pernah digagas oleh tokoh-tokoh Banten asal Serang, namun karena kondisi negara kurang kondusif, yang ditandai gejolak di pemerintahan pusat, membuat wacana kesultanan tidak terwujud.
Selanjutnya, pada masa Orde Baru (Orba), Banten nyaris tidak diberi kesempatan untuk menonjol, terutama oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Wacana kesultanan itu kemudian hidup pada era reformasi, seiring dengan diresmikannya Banten menjadi provinsi baru tahun 2000. Alasan kebangkitan Kesultanan Banten, kata Ismetullah, semata melanggengkan budaya Banten yang sampai sekarang tanpa identitas. Ia mengakui, semangat membangkitkan kesultanan telah mendapat respons positif dari masyarakat.
"Awalnya hanya beberapa orang saja, kemudian berkembang menjadi 50 tokoh. Mereka bergabung dalam tim rekonstruksi sejarah. Masyarakat bahkan mendesak perlu segera dikeluarkan maklumat sekaligus pengukuhan sultan," katanya.
Dalam perjalanannya, tim rekonstruksi "dicurigai" sebagai pihak yang akan menjadikan Kesultanan Banten sebagai making power baru di Provinsi Banten. Paham making power itu membuat kebangkitan Kesultanan Banten tersendat-sendat. Tokoh Banten yang masih berkuasa menganggap kehadiran kesultanan akan menjadikan Banten terpecah.
Ismetullah mengakui hal itu dan memahami sebagai konsekuensi dari keberadaan Provinsi Banten yang baru berusia tiga tahun. Siapa yang mau kekuasaannya dibagi?
"Masalahnya jauh dari making power. Kebangkitan Kesultanan Banten bersifat fisik budaya, menyambung kembali yang telah hilang," katanya lagi. "Kami dari para duriat tidak ada ambisi merebut kekuasaan. Kesultanan ini budaya sejarah, pernah menjadi kebanggaan Nusantara," katanya.
Pada masa jayanya, Kesultanan Banten telah go international dengan memiliki kedutaan besar di Inggris dan Spanyol. Namun, sekuat apa pun pembelaan Ismetullah mengenai pem- bangunan kesultanan, isu making power cukup santer dan "meracuni" masyarakat. Entah siapa yang meniupkannya lebih dulu.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar sobat